Jumat, 12 Februari 2010

MAU BAHAGIA KOK BERAT.


Rasa itu ibarat magnet.jika sering berinteraksi maka suatu saat dia akan memiliki gaya tarik menrik antara yang satu dengan yang lainnya apalagi kalo ada daya gesekan yang cukup tinggi maka tegangan listriknya pun meningkat.,{"jangn ngeres dulu) untuk mandapatkan sesuatu yang lebih berharga tak jarang kita harus mengorbankan sesuatu yang kita miliki...sebab pilihan yang terbaik itu adalah apa yang tingkat kepastiannya tinggi dan yang memiliki kepastian tinggi itu adalah apa yang ada di depan mata kita...

Teguhkan hati..tenangkan diri serahkan semua pada tuhan karena cinta itu akan hadir biasanya seiring dengan berjalannya waktu tapi yang berhak mengatur waktu itu adalah yang punya siapa kah dia .. Yaitu Allah pemilik jagat raya dan penggenggam hati manusia jadi percayakan pada yang maha kuasa untuk mengatur waktu kita sebab kita hanya memiliki hak prerogative yaitu merencanakan saja

Kalau kita sudah menyatakan maju dalam suatu urusan yang berhubungan dengan masa depan yang tidak menentang agama jangan pernah sekali-sekali menoleh kebelakang karena itu salah satu prinsip hidup yang harus dimiliki manusia karena keberanian itu merupakan aqidah dan sangat mahal harganya dan tidak beli dengan sesuatu apapun dan berapapun

Jika kita menoleh kebelakang tantangan kedepan akan semakin berat sebab bisa saja akan ada kerikil-kerikil kecil yang menghadang.. Sehingga harapan dan masa depan bisa tersendat dan terhenti

"Kita akan merasa bahwa kita mebutuhkan sesuatu itu ketika ia telah pergi dan tidak lagi berada disamping kita begitu juga dengan hal yang sering disebut dengan cinta”

Cinta itu seperti debu ... Suatu saat dia bisa suci dan bisa mensucikan unttuk bertayammum pengganti air wudlu namun pada saat yang lain dia juga bisa merusak,mengotori, merepotkan ,dan bisa juga bikin penyakit tergantung waktu dan penempatannya.

oleh karena itu hati-hati dengan cinta itu sendiri ia akan menjadi pisau bermata dua dan akan melukai kita dan orang lain. Jangan terlalu gampang mengatasanamakan cinta dan juga jangan terlalu cepat percaya sebab pada saat yang lain dia akan menjadi tabu, namun jika cinta itu dimanfaatkan oleh yang berhak dan bertanggung jawab maka ia akan menghiasi dunia

Ada yang bilang cinta itu seperti candu termasuk candu melakukan kamasiatan
termasuk candu untuk menentang tuhan pemberi dan pemilik cinta sejati itu

Cinta juga telah mebuat orang menyembah 14 Februari setiap tahunnya sebagai harinya cinta (valentine) harinya orang bercinta meski tanpa ikatan apa-apa cinta itu sesungguhnya adalah sebuah kata-kata tercela kecuali bagi orang yang pantas merasakan dan yang pantas menerima dan mengucapakan.

Cinta itu adalah kamksiatan bagi yang melupakan Tuhan
cinta itu kemunafikan bagi orang yang manafikan kebenaran
cinta itu neraka bagi orang yang bercinta tanpa merasa berdosa apalagi jika cinta menanamkan benih atas nam cinta yang mebuat kehidupan menjadi ternoda ..


TIDAK SEMUA ORANG BERHAKMENDAPATKAN CINTA JIKA MANGATAS NAMAKAN TUHAN UNTUK MENGALALKAN CINTA SEHINGGA BEBAS BERCINTA TANPA MERASA TERCELA

Ditulis oleh: FAHMAN HABIBI


facebook: fahmanjangkat@yahoo.co.id
gambar diambil dari:http://images.google.co.id/imglanding?q=love&imgurl=http://2.bp.blogspot.com

Jumat, 05 Februari 2010

kisah tentang manusia ahli hikmah


Pada suatu hari, Lukman Hakim memerintahkan anaknya yang dicintainya untuk mengambil seekor keledai. Sang anak memenuhi dan membawanya ke hariban sang ayah. Lukman menaiki keledai itu dan memerintahkan anaknya untuk menuntun keledai. Maka perjalanan pun dimulai. Keduanya berjalan melintasi perbukitan dan tanah-tanah tandus. Hingga suatu ketika mereka berdua melintasi kerumunan orang-orang banyak. Orang-orang yang menaksikan Lukman dan anaknya yang sedang melakukan perjalanan seperti merasa suatu hal yang aneh. Mereka saling mencibir dan berbisik-bisik.

Tiba-tiba seorang berteriak, lalu diikuti oleh kerumunan yang lain, "Anak kecil itu berjalan kaki, sedangkan orang-tuanya nangkring diatas keledai, alangkah kejam dan kasarnya ia. "lalu seorang berteria, "Hai, Lelaki tua tidak tahu diri! Kau biarkan dirimu naik diatas keledai sementara kau biarkan anakmu lelah lagi kepanasan. Lukman menghentikan keledainya. Lalu Lukman bertanya kepada anaknya, “Bagaimana tanggapan orang-orang wahai anakku? Lalu dengan sopan dan berbudi, si anak menyampaikan apa yang dikatakan oleh kerumunan orang-orang tersebut.

Kemudian Lukman turun menuntun keledai. Sang anak ganti menaiki keledai. Keduanya lalu berjalan melewati keramaian di tempat lain. Tiba-tiba mereka mencemooh sang anak seraya berkata, “Anak muda itu menaiki keledai, sedangkan orang tuanya berjalan kaki, alangkah jelek dan kurang ajar sang anak.” Lukman bertanya kepada anaknya, “Bagaimana tanggapan orang-orang wahai anakku?” Sang anak menyampaikan tanggapan mereka.

Kemudian Lukman dan anaknya sama-sama menaiki keledai berboncengan. Keduanya melewati keramaian di tempat lain, tiba-tiba orang-orang mencerca keduanya seraya berkata, “Betapa kejam kedua orang itu, merka menaiki seekor keledai, padahal mereka tidak sakit, dan tidak pula lemah.” Lukman bertanya kepada orang-orang, “Bagaimana tanggapan orang-orang wahai anakku?” Sang anak menyampaikan tanggapan mereka.

Akhirnya Lukman dan anaknya turun dari keledai. Keduanya berjalan turun dari keledai. Keduanya berjalan kaki sambil menuntutnya melewati keramaian di tempat lain. Tiba-tiba orang-orang mengecam seraya berkata, “Subhanallah…… seekor himar yang sehat dan kuat berjalan? Sementara kedua orang itu menuntunnya, alangkah baiknya jika salah satu dar mereka menaikinya.” Lukman bertanya kepada anaknya,” “Bagaimana tanggapan orang-orang wahai anakku?” Sang anak kembali menyampaikan tanggapan mereka.

Akhirnya Lukman pulang kembali ke rumah. Dalam perjalanan pulang, Lukman Hakim menasehati anaknya tentang sikap manusia, katanya, “Sesungguhnya tiada terlepas seseorang itu dari percakapan manusia. Maka orang-orang berakal tiadalah dia mengambil pertimbangan melainkan kepada Allah SWT saja. Barang siapa mengenal kebenaran, itulah yang menjadi pertimbangannya dalam tiap-tiap satu.”

Kemudian Lukman Hakim berpesan kepada anaknya, katanya, “Wahai anakku, tuntutlah rezeki yang halal supaya kamu tidak menjadi fakir. Sesungguhnya tiadalah orang fakir itu melainkan tertimpa kepadanya tiga perkara, yaitu tipis keyakinannya (iman) tentang agamanya, lemah akalnya (mudah tertipu dan diperdayai), dan hilang kemulian hatinya (kepribadian), dan lebih celaka lagi daripada tiga perkara itu, ialah orang-orang yang suka merendah-rendahkan dan meringan-ringankannya.

Kemudian Lukman menesehati anaknya: “Wahai anakku, bukankah aku telah berkata kepadamu, kerjakanlah pekerjaan yang membuat engkau menjadi saleh dan janganlah menghiraukan orang lain. Dengan peristiwa ini saya hanya ingin memberi pelajaran kepadamu.”


Sumber:http://www.facebook.com/inbox/?folder=[fb]messages&page=1&tid=1088078177754 Diataptasi dari, Luqmanul Hakim wa-Hikaamuhu, Ali bin Hasan al-Athas.

Rabu, 03 Februari 2010

Kekuatan Memberi

image

Sebagai seorang manusia, ketika kita membantu ada perasaan ingin dibalas.

Jika pada suatu hari nanti kita dalam kesulitan maka kita berharap orang – orang yang telah kita bantu bisa balik membantu kita. Tapi kenyataan tak seindah harapan. Berikut adalah cerita mengenai Kekuatan Memberi, yang memberi kita suatu pelajaran bahwa pemberian yang kita berikan sebaiknya dilakukan dengan iklas.Ada seorang Saudagar yang terkenal baik hati dan sering memberi bantuan kepada saudara dan teman yang minta tolong kepadanya. Suatu hari, Saudagar itu mengalami kesulitan seolah menghadapi jalan buntu dan butuh bantuan orang lain. Kemudian dia mendatangi semua teman dan saudara yang dulu ditolongnya.

Tapi ternyata tidak ada yang mau membantu. Bahkan saat dia bercerita tentang masalah yang dihadapinya, mereka tidak peduli dan menganggap bahwa itu bukan masalah mereka. Saudagar itu kecewa dan marah dengan kenyataan yang dihadapinya. Dia tidak habis berpikir mengapa orang yang dulu merengek dan minta bantuan kepadanya bahkan telah dibantunya, ternyata hanyalah sekumpulan orang – orang yang tidak tahu bersyukur dan berterima kasih. Saat ia membutuhkan bantuan, maka dia diperlakukan seperti itu. Semakin memikirkan hal itu, maka semakin kecewa dan marahlah dia. Semua hal itu makin mengganggunya. Saudagar itu menjadi sulit tidur, gampang marah dan tidak bisa berpikir jernih.

Sampai berhari – hari Saudagar itu menjalani kehidupan yang tidak bahagia seperti itu. Akhirnya dia mendatangi orang bijak. Setelah mendengar cerita Saudagar itu, Orang Bijak itu berkata bahwa kebaikan hati Saudagar itu kini berakibat buruk karena merasa tidak bahagia, kecewa dan marah. Ini semua karena Saudagar itu salah menilai orang lain. Saudagar itu terlalu berharap banyak kepada orang yang dibantunya. Bahwa orang yang dibantunya itu akan membalas budi.

Tapi kenyataannya berbeda sekali. Lalu Orang Bijak itu berkata bahwa jika dia ingin mendapat imbalan atas bantuan yang diberikannya, maka saat dia membantu berilah pelajaran kepada mereka bagaimana cara berterimakasih kepada Saudagar itu. Dan jika tidak ingin dikecewakan orang lain, maka berilah bantuan tanpa mengharap imbalan apapun. Karena perbuatan baik yang telah dilakukan jangan sampai dihilangkan dan dikotori maknanya dengan keinginan untuk dibalas. Karena jika kita tidak mendapatkan balasannya maka akan menimbulkan kekecewaan, kemarahan dan kebencian di hati.

Saat orang lain memohon bantuan kita dan kita menolong mereka, ada keinginan bahwa usaha kita itu suatu hari nanti akan dibalas kala kita menemui kesulitan. Dan itu adalah hal yang wajar terjadi dalam kehidupan ini. Orang yang berjiwa besar akan berpikir bahwa membantu adalah membantu tanpa ada embel - embel dibelakangnya. Jika kita salah menolong orang yang kita bantu, maka instropeksi dan benahi diri kita sendiri. Masalah yang sedang kita hadapi adalah tanggungjawab kita sendiri. Jadi kita tidak perlu menyalahkan dan kecewa dengan orang yang tidak mau membantu kita. (hac)

sumber: www.smartfm.co.id