Minggu, 22 November 2009

Renungan Idul Adha Berkaca Kepada Mekkah dan Madinah


Mari kita berkaca kepada Mekkah dan Madinah. Mengapa? Karena Mekkah dan Madinah adalah milik kita, sedangkan keduanya menyimpan ragam cerita kebijakan untuk menjadi cermin kehidupan.

Saat ini, para tamu Allah mulai berdatangan di dua kota suci itu. Pernahkah kita membayangkan, secara fisik apa yang menarik dari kedua kota di negeri tandus nan panas itu? Belum lagi kemacetan karena lebih dari dua juta orang berkumpul dalam waktu yang bersamaan, dibutuhkan kekuatan fisik dan mental, serta kesabaran yang luar biasa. Di sana mereka hanya bertemu gunung-gunung batu yang kering, sahara yang tandus, tinggal di tenda-tenda tak berpendingin di Arafah dan Mina, -bahkan- bangunan Kakbah pun tampak sangat sederhana.

Akan tetapi perasaan bahagia berkecamuk di dalam hati para tamu Allah. Keharuan menguasai pikiran para hujjaj, hingga hati menjadi sangat peka, surga terasa dekat, hiruk-pikuk jutaan manusia yang berkumpul di lembah yang sempit itu justru menghadirkan kelapangan hati dan pikiran, keindahan persaudaraan lintas Negara, multiras, dan ragam warna kulit. Yang mengikat mereka hanya keimanan kepada Allah yang Satu dan ukhuwah yang terjalin di dalam bingkai akidah.

Keimanan dan ukhuwah, dua kata inilah yang menjadi pesan utama haji, sebuah rangkaian ibadah yang membutuhkan pengorbanan fisik dan finansial. Kita akan melihat dua pesan yang kuat ini pada kota Mekkah dan Madinah sepanjang sejarah keduanya.

Mekkah adalah tempat terbitnya wahyu dan kota kelahiran Nabi Muhammad saw. Di kota yang sibuk ini ajaran tauhid mulai dikumandangkan. Sejak Nabi saw berdiri di bukit Shafa dan berkata dengan sangat tegas, “Wahai Bani Qushay, selamatkan diri-diri kalian dari api neraka! Sesungguhnya aku tidak bisa memberikan mudharat dan tidak pula manfaat…”, hingga menyeru anaknya, “Wahai Fatimah binti Muhammad, mintalah kepadaku dari hartaku sebanyak apa yang engkau mau, tapi selamatkan dirimu sendiri dari api neraka, karena aku tidak bisa menolongmu sedikitpun dari (keputusan) Allah!” (HR. Ahmad).

Sejak itu ajaran tauhid memenuhi rongga langit Mekkah, dan beragam tantangan dihadapi dengan tabah oleh Rasulullah saw dan para sahabatnya. Keteguhan menjaga akidah ini adalah cermin bening untuk berkaca dalam kehidupan kita. Mungkin kehidupan yang kita jalani tidak selalu berjalan seperti yang kita inginkan, dunia ini diciptakan berliku dan penuh duri, tetapi ketetapan hati untuk tetap di atas keimanan adalah pilihan yang tak bisa ditawar-tawar.

Itu tentang Mekkah. Sedangkan dari kota Madinah yang damai, kita dapat berkaca bagaimana merasakan indahnya ukhuwah islamiyah yang tulus, hingga menyisihkan kebutuhan pribadi, mendahulukan orang lain, dan tidak ada perasaan keberatan sama sekali dalam melakukannya. Apa yang lebih indah daripada hidup yang penuh cinta dan kasih sayang seperti ini. Tidak ada yang dapat menandingi Madinah dalam masalah persaudaraan, kasih sayang, dan cinta.

Allah memuji penduduk Madinah dalam firman-Nya: "Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS. Al-Hasyr: 9).

Banyak kisah yang bercerita tentang keindahan persaudaraan ini, namun ruang yang singkat ini tidak mungkin memuat semuanya. Diantaranya adalah kisah sebuah keluarga yang menghidangkan tamunya di malam hari dengan jalan mematikan lampu di rumahnya, agar tamunya makan dengan lahap dan tidak mengetahui bahwa makanan yang tersedia sebenarnya hanya cukup untuk anak mereka yang disuruh tidur sebelum makan, sedangkan suami istri itu pura-pura makan di depan tamunya di dalam kegelapan rumah, padahal sang tamu makan sendirian.

Pagi-pagi sekali, ketika orang Anshar ini datang kepada Rasulullah saw, beliau bersabda, “Allah kagum kepada fulan dan fulanah (atas perbuatannya tadi malam)”. Betapa inspiratifnya kisah ini. Mari kita bercermin kepada Mekkah dan Madinah.

FBQ
sumber:
http://www.facebook.com/notes/ahmad-faris/renungan-idul-adha-2-berkaca-kepada-mekkah-dan-madinah/183745104654#/notes/ahmad-faris/renungan-idul-adha-2-berkaca-kepada-mekkah-dan-madinah/183745104654